.

Selasa, 06 November 2012

Menurut Rasulullah saw., doa adalah saripatinya ibadah; Ad du’âu mukhl ’ibâdah (HR At Tirmidzi melalui Anas bin Malik). Dalam riwayat lain, beliau pun menyebut doa sebagai ibadah itu sendiri; Ad du’âu huwal ’ibâdah (HR At Tirmidzi dan Abu Daud melalui Nu’man bin Basyir). Mengapa doa dikatakan sebagai ibadah, sesuatu yang sangat mendasar dalam kehidupan seorang Muslim? Dalam setiap ibadah pasti terdapat permohonan. Dan, doa sendiri adalah permohonan seorang hamba kepada Tuhannya yang dilakukan dengan penuh kerendahhatian. Dengan demikian, tidak ada ibadah yang tidak disertai doa, baik itu yang terucap maupun tidak terucap. Keduanya saling berhubungan dan tidak bisa dipisahkan antara satu sama lain.
Karena ibadah adalah kewajiban utama seorang Muslim, maka doa harus menjadi bagian terpenting yang tidak boleh lepas dari kehidupannya. Dapat dikatakan, tingkat kecintaan dan kedekatan Allah kepada hamba-Nya sangat dipengaruhi oleh intensitas doa yang dipanjatkan hamba tersebut. Dalam sebuah riwayat disebutkan, ”Allah Swt. sangat mencintai seorang hamba yang memanjatkan doa kepada-Nya berulang-ulang”. Sebaliknya, kemurkaan Allah kepada seorang hamba sangat dipengaruhi pula oleh intensitasnya dalam berdoa. Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi saw., ”Barangsiapa yang tidak menyampaikan permohonan kepada Allah Swt., niscaya Dia akan murka kepadanya”.
Sejatinya, doa adalah salah satu sarana terpenting dari Allah yang disediakan bagi manusia sehingga ia mampu mengembangkan dirinya secara optimal. Ada proses pembentukan nilai-nilai positif dari sebuah doa yang akan menjadikan seseorang menjadi lebih baik. Salah satunya adalah menjadikan seorang Muslim memiliki tujuan yang jelas dalam hidupnya. “Begin with end in your mind,” demikian pakar manajemen mengatakan. Segalanya akan terasa mudah bila sebelumnya kita memiliki gambaran tentang peristiwa yang akan terjadi. Kalau seperti ini, hasilnya seperti ini, dan seterusnya. Seseorang mengalami kegamangan dalam hidup, karena ia tidak yakin dengan apa yang dilakukannya. Dan ini bersumber dari ketidakjelasan tujuan.
Memulai dari tujuan akhir, akan membuat semua amal menjadi jelas, terarah dan terprogram. Semangat pun tidak akan mati. Saat mengalami kegagalan, kita tidak akan larut dalam kegagalan tersebut, sebab ada tujuan besar yang akan dicapai. Yang tak kalah penting, berpikir menurut tujuan akhir akan memastikan masa depan kita. Imam Ibnul Jauzi mengatakan, “Siapa yang melihat akhir suatu perkara di awal langkahnya, dengan mata hatinya, kelak ia akan beroleh hasil yang sangat baik dari perbuatannya dan akan selamat dari akibat buruknya”.
Rasulullah saw. dan para sahabat mampu istikamah memperjuangkan tegaknya kebenaran walau menghadapi beragam kesulitan karena mereka memiliki tujuan yang jelas dalam hidupnya. Seorang sahabat pernah bertanya, “Ya Rasul kalau saya memercayai engkau, beriman kepada Allah, beribadah, dan berjuang di jalan Allah, keuntungan apa saya akan dapatkan?” Rasul yang mulia menjawab, “Di dunia kamu akan bahagia dan di akhirat kamu akan mendapat syurga”. Sahabat itu berujar, “Dua itu sudah cukup bagi saya”.
Doa hakikatnya adalah tujuan, keinginan, atau target yang ingin kita raih, sehingga menjadikan hidup kita menjadi lebih terarah. Orang yang bagus doanya niscaya akan terprogram hidupnya. Ia memiliki target dan perencanaan untuk memenuhi target tersebut. Saat kita mengucapkan doa sapu jagat misalnya, itulah target kita: selamat dunia akhirat. Saat kita berdoa lunas utang, maka itulah target kita: bebas utang. Saat kita berdoa meminta jodoh yang saleh atau salehah, itulah target kita: menikah dan berkeluarga dengan orang yang baik akhlaknya. Tentu saja, target tidak akan pernah tercapai apabila kita tidak mengusahakannya. Doa adalah pupuk, sedangkan ikhtiar sebagai bibitnya. Tidak mungkin kita akan panen, jika kita segan menebar bibit. Jadi doa yang baik adalah doa yang disertai dengan ikhtiar maksimal. Itulah iman dan amal saleh. Misalnya, ketika kita minta diberi pasangan hidup yang saleh, kita pun dituntut untuk memprogram dan merencanakannya, di antaranya membuat planning kapan kita menikah, apa yang harus dipersiapkan, di mana mencari jodoh dengan kriteria saleh tersebut, dan sebagainya. Hampir tidak mungkin mendapatkan jodoh yang saleh di tempat-tempat maksiat. Kita pun jangan hanya berdoa minta pasangan yang saleh tanpa kita sendiri berusaha mensalehkan diri kita sendiri. Saya kutip dari "http://syaamilquran.com/doa-sebuah-cita-cita.html"
Categories:

0 comments: